Imammudin. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
  • koran.net
  • Berakhir Pada Rasa Yang Indah


    Kriiing kriiiiing
    Dua kali bel berdering menandakan jam belajar sudah selasai dan berganti dengan jam istirahat. Seketika kantin sekolah yang tadinya sepi pun menjadi ramai. Aurel salah satu siswi sekolah ini berlari cepat menuruni tangga dengan tergesah-gesah ia terobos kerumunan-kerumunan murid-murid sma pelita bangsa. Ditangannya ia genggam selembar kertas.
    “Rafaaaaa liat nih ulangan fisika gue dapet 95” teriak aurel seraya berlari mendekat kesebuah pohon beringin yang sangat teduh. Rafa yang sedang tertidur pulas dibawah pohon beringin pun terbangun sejenak lalu tertidur kembali seperti tidak memperdulikan teriakan aurel yang telah membangunkannya tadi. Melihat rafa yang ingin kembali tidur aurel langsung kembali berteriak dan mengguncang-guncangkan tubuh rafa sampai akhirnya rafa mengurungkan niatnya untuk tidur lagi.
    “liat nih nilai gue berapa, 95 fa” ujar aurel sekali lagi memamerkan nilai ulangannya itu sambil memperlihatkan kertas ulangannya tepat di wajah rafa. Tanpa banyak berkomentar rafa hanya mengeluarkan selembar kertas yang terselip diantara buku-bukunya dan melakukan hal yang sama dengan aurel. Ia letakan kertas itu tepat diatas kertas ulangan aurel.
    “tuh gue daper 100, jadi besok elu ya yang telaktir gue jalan” ujar rafa tersenyum penuh kemenangan.
    “siaal” ujar aurel yang menekuk mukanya.
     Rafa dan Aurel, mereka sudah bersahabat sejak keduanya berada ditaman kanak-kanak. Mereka selalu bersekolah disatu sekolah yang sama dan rumah mereka pun masih dalam satu kompleks. Tetapi walaupun mereka bersahabat dan sering kali menghabiskan waktu bersama , rafa da aurel adalah tipikel orang yang berbeda. Bukan hanya penampilan dan hobinya saja mereka pun mempunyai karakter yang berbeda. Kalau hari minggu rafa lebih memilih bermalas-malasan dirumah dan sedangkan aurel pasti lebih memilih
    hang out dengan teman-temannya. Rafa pun mempunyai sifat yang cuek dan cenderung tertutup sedangkan aurel, dia sangat friendly, supel dan sangat terbuka dengan teman-temannya.

     Jarum jam menunjukan tepat pukul 10.00 pagi. Hari ini hari minggu tetapi tak seperti biasanya. Rafa sudah mandi dan kini tengah bersiap-siap untuk pergi. Setelah rafa memakai sepatunya segera ia melangkahkan kakinya menuju ruang tengah.
    “mah rafa pergi ya” rafa berpamitan ketika melihat mamahnya yang sedang berada diruang tengah.
    “mau kemana kamu? tumben banget kamu pergi biasanya masih tidur” mamahnya menyimpan sedikit rasa heran melihat rafa yang tumben sekali jam 10 pagi seperti ini sudah rapih.
    “main mah” jawab rafa sekenanya. Setelah berpamitan ia segera menaiki motor kesayangannya itu dan tanpa berlama-lama ia menarik gas motornya.
        Rafa menghentikan laju motornya tepat saat ia sudah berada didepan sebuah rumah yang cukup besar dengan tamannya yang cukup luas dihalaman rumahnya.
    “pagi om” sapa rafa pada sorang laki-laki paruh baya yang sedang duduk di teras rumah ditemani dengan secangkir kopi dan korang edisi terbaru.
    “eh nak rafa, masuk aja aurel ada dikamarnya” ujar laki-laki paruh baya yang ternyata adalah ayah dari aurel itu dengan ramah.
     Rafa sudah sering sekali keluar masuk rumah ini. Semua penghuninya pun sudah akrab denga rafa. Rafa menaiki tangga dengan cepat. Sesampainya ia didepan pintu kedua dari tangga rafa segera membuka pintu kamar tersebut sambil memanggil nama aurel.
    Merasa ada yang memanggil namanya aurel pun mengalihkan pandangnnya dari kaca ke arah pintu. Seketika aurel terkejut sekaligus heran mendapati rafa yang muncul dibalik pintu kamarnya. Dengan refleks ia melihat kearah jam dinding “masih jam 10 pagi, ko elu udah ada disini sih?” tanya aurel masih dengan rasa herannya.
    “yaelah biasa aja kali gak usah lebay gitu deh, ngeliat gue udah kaya ngeliat pocong” ujar rafa cuek seraya memasuki kamar aurel.
    “emang lu pocong yang keluarnya tengah malem, jadi wajar dong kalo gue kaget ngeliat lo keluyuran pagi-pagi kaya gini” ujar aurel yang kembali pada kacanya dan melanjutkan aktivitasnya yang terhenti sejenak.
    “elo noh kuntilanak masih pagi aja make up udah tebel gitu, mau jalan kemana sih lo?” tanya rafa.
    “hangoutlah” jawab aurel enteng.
    “sama temen-temen lo? Ga bisa, pokonya hari ini lo harus bayar utang lo telaktir gue jalan” ujar rafa mengambil keputusan secara sepihak.
    “ih tapikan gue...” belum selesai aurel berbiacara sudah dipotong duluan oleh rafa “ ga ada tapi-tapian! Cepet deh lo apus make up lo itu terus ganti dress lo sama celana jeans, 5 menit gue tunggu lo dibawah sampe lo ga turun gue ga mau ngajarin lo fisika lagi” setelah  mengancam, rafa pun keluar meninggalkan aurel yang hanya diam cengo.
    “Rafaaa kebiasaan banget sih lu! Merintah gue seenak jidat lo” teriak aurel kesal.
     Hari minggu yang cerah, sangat cerah. Matahari pun tak lelah memancarkan sinarnya yang panas menyinari bumi jakarta.
    “fa, rafa gue ga ikutan ya lu aja yang diving” ujar aurel sambil menarik-narik lengan rafa.
    “ga bisa, pokokya lo harus ikut gue nyelam” ujar rafa tak mau tau.
    “lo mah jahat banget, guekan ga bisa berenang , paling takut sama air segala diajak diving” ujar aurel dengan tampang memelasnya. Wajahnya perlahan mulai memucat. Perasaannya tak enak. Kini ia sudah berada ditengah laut, diatas kapal yang terapung-apung. Aurel adalah seorang cewek pemberani tidak mudah takut dengan apapun terkecuali air. Ia paling tidak bisa berenang dan phobia dengan air dalam jumlah banyak. Bukannya rafa tidak mengetahui aurel phobia dengan air tetapi rafa yakin kalu phobianya itu hanya ketakutan biasa saja.
    “udah nyantai aja, diving asik kok lu aman deh sama gue” ujar rafa menenangkan kepanikan aurel yang hampir saja menangis.
      Perlahan tapi pasti. Mau tidak mau akhirnya aurel pun ikut rafa menyelam. Awalnya aurel takut sekali ia tidak pernah mau jauh dari rafa, tangannya terus dikaitkannya dilengan rafa. Setelah beberapa lama dengan perlahan ketakutan aurel pun berkurang dan berganti dengan rasa kagum. Ia terpukau oleh kehidupan trumbu karang dan bermacam-macam ikan yang hidup diair. Ia seperti tersihir oleh pemandangan bawah laut sehingga tanpa disadari kini dirinya telah berenang sendiri menjauh dari rafa. Dibalik alat-alat selamnya rafa tersenyum ia terus mengawasi dan mengikuti kemana aurel berenang sambil sesekali mengambil beberapa foto dari kameranya. Namun saat aurel berenang diantara batu karang yang cukup besar tanpa disengaja selang oksigen aurel tersangkut dan lepas. Tentu saja hal itu membuat aurel tidak bisa bernafas. Rasa sesak yang ia rasakan, ingin berteriak memanggil rafa namun tak bisa. Rafa tidak mengetahui keadaan aurel yang tak bisa bernafas. Ia sedang asik mengambil beberapa foto dari kameranya. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap dimata aurel. Kini tubuhnya sudah lemas, tak ada gerakan-gerakan yang ia lakukan. Ia hanya membiarkan tubuhnya terapung dalam gelap. Aurel merasa dirinya tenggelam semakin dalam. Sampai akhirnya ia merasa ada seseorang yang datang. Ia merasa ada yang menarik tubuhnya.
     “rel bangun rel, aurel bangun” rafa terus memanggil nama aurel, menepuk-nepuk pipinya dan mengguncang-guncangkan tubuhnya berharap aurel membuka matanya. Kepanikan rafa semakin bertambah mendapati aurel yang tak kunjung sadar. Ia menyesal sekali telah memaksa aurel untuk ikut menyelam, jika ia tau kalau akhirnya akan begini ia tidak akan pernah memaksa aurel untuk menyelam. Akhirnya setelah cukup lama tak sadarkan diri perlahan aurel membuka matanya.
    “rel lo gak kenapa kenapa kan? Ada yang sakit? Yang mana?” ujar rafa masih dalam kepanikannya namun tak sepanik tadi. Aurel tak menjawab satu pun pertanyaan yang dilontarkan rafa. Ia hanya terdiam. Perlahan matanya berair dan meneteslah air mata dari pelupuk matanya. Rafa yang melihat aurel menangis dengan sigap rafa memeluk aurel bermaksud untuk menenangkan aurel yang menangis. Namun pelukan itu aurel tepis “lo itu jahat! Lo sengajakan mau nyelakain gue” ujar aurel penuh emosi.
    “enggaklah, sama sekali gue ga ada niatan jelek kaya gitu” ujar rafa “gue minta maaf rel, gue nyesel udah maksa-maksa lo kalo gue tau akhirnya bakal kaya gini juga gue gak akan biarin lo nyelem” lanjut rafa.
    “maaf lo itu percuma!!” ujar aurel seraya beranjak dari duduknya dan segera meninggalakan rafa.

     Semenjak saat itu hubungan diantara keduanya merenggang. Aurel benar-benar marah ia tak mau bertemu dan berbicara pada rafa. Phobianya akan air pun semakin parah. Rafa pun yang merasa benar-benar bersalah tidak hanya tinggal diam. Sudah beberapa kali bahkan ia sering menemui aurel untuk meminta maaf dan memperbaiki persahabatannya itu. ia merasa sangat kehilangan sosok aurel sebagai sahabatnya. Namun aurel masih tetap saja tidak mau bertemu apalagi berbicara dengannya. Disekolah pun aurel selalu manghindar dari rafa. Sampai suatu saat rafa mendapat kabar dari teman-temannya bahwa aurel telah berpacaran dengan rian. Ia adalah salah satu kakak kelasnya sekaligus kapten basket. Awalanya rafa menganggap berita itu hanyalah sebuah gosip semata, tetapi tidak lagi saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Entah mengapa ia benar-benar tidak suka dengan rian. Ia merasa rian bukanlah cowok yang baik untuk aurel.
      Sampai suatu ketika saat rafa berjalan kearah parkiran sekolah, sayup-sayup terdengar suara ribut dan sesekali suara seperti hantaman keras terdengar dari ruang olah raga diujung koridor.
    ‘ah paling anak taekondow lagi latihan’ pikir rafa. Baru saja rafa melangkah 3 langkah ia sudah menghentikannya lagi. Ia langsung memutar langkahnya menuju ruang olah raga saat ia mendengar teriakan seorang perempuan yang sangat ia kenal.

     Aurel menutup kedua matanya saat sebuah tamparan keras akan segera mendarat dipipinya. Matanya sudah tengelam dengan air mata. Ia sudah bisa merasakan perihnya tamparan itu sebelum benar-benar mendarat dipipinya. Namun mengapa tamparan itu lama sekali datangnya? Apa tamparan itu sudah dilayangkan dan mendarat dipipinya? Tapi mengapa rasa sakitnya tak ia rasakan? Dengan perlahan-lahan aurel memberanikan diri untuk membuka mata. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat.
    Rafa menepis tamparan yang dilayangkan rian pada aurel.
    “ngapain lo disini?” ujar rian emosi.
    “putusin aurel sekarang juga” ujar rafa, menatap tajam mata rian.
    “siapa lo nyuruh gue putus sama aurel”
    “aurel ga butuh banci kaya lo!” ujar rafa.
    Mendengar perkataan rafa, rian menjadi tambah emosi. Tanpa basa-basi satu pukulan keras dilayangkan rian dan mendarat tepat diwajah rafa. Rafa yang tidak siap menepis pukulan itu pun tersungkur jatuh. Belum puas rian memukul wajah rafa, kembali ia layangkan lagi sebua pukulan. Kali ini kearah perutnya sambil satu tangannya menarik kerah seragam rafa. Namun belum sempat pukulan itu menghantam perut rafa, aurel telah berhasil menepisnya.
    “mendingan lo pergi sekarang, ga usah ikut campur urusan gue” ujar aurel sinis pada rafa. Rafa yang masih tersungkur dilantai segera bangun dari jatuhnya. Rafa menatap dalam mata aurel, mencari-cari aurel yang ia kenal salama 12 tahun. Aurel yaitu sahabatnya. Lalu ia tersenyum. Dan apa yang terjadi setelah itu? rafa memeluk erat aurel. Aurel hanya bisa terdiam, ia benar-benar terkejut.
    “gue kangen banget sama sahabat gue yang berisik, hobi banget hang out, yang setiap mau ulangan minta diajarin, gue kahilangan elo aurel” semua perasaan rafa meluap begitu saja seakan tak bisa dibendung lagi. Saat itu aurel benar-benar tidak tau harus bagaimana. Ucapan-ucapan rafa mampu menusuk hatinya. Ingin ia akui bahwa ia pun merasakan hal yang sama dengan rafa. Namun bibirnya tetap terkunci tak mengeluarkan sepatah kata pun.
    “sialaaan!!!!” teriak rian. Ia raih sebuah tongkat kayu. Tak ragu ia ayunkan tongkat kayu itu ke arah punggung aurel yang masih dalam dekapan rafa. Rafa yang melihatnya segera menarik tubuh aurel sehingga kini posisinya berbalik. Yang tadinya aurellah yang harus terkena hantaman tongkat kayu tetapi sekarang berbalik, dengan keras tongkat kayu itu menghantam punggung dan kepala bagian belakang rafa.
     Perlahan dekapan rafa semakin melemah setelah tubuhnya dihantam keras dengan tongkat kayu yang dilayangkan rian. Dan pada akhirnya rafa terjatuh tak sadarkan diri. Kepanikan pun muncul dalam diri aurel medapati rafa yang terjatuh tak sadarkan diri.
    “rafaaaaa!!!!” aurel semakin panik melihat darah yang perlahan mulai mengalir dari bagian belakang kepala rafa.

     Aurel tak ingin beranjak dari duduknya. Sudah hampir dua hari ini ia hanya duduk disamping tempat tidur. Selang-selang infus dan oksigen menjadi pemandangannya selama dua hari ini ia berada dirumah sakit. Matanya sembab, wajahnya sangat lesu.
    “rafa bangun dong, buka mata lo gue disini nungguin lo sadar” ujar aurel pelan sambil terus menatap rafa yang terbaring lemah ditempat tidur. Sudah dua hari rafa dirawat dirumah sakit dan tak sadarkan diri akibat hantaman benda tumpul dikepalanya.
     Aurel meraih dua buah buku yang cukup tebal yang ia dapatkan dari mamahnya rafa. Yang satu berwarna hitam dan yang satu berwarna putih. Pertama-tama ia buka buku yang bersampul warna putih. Ia tersenyum saat melihat isi buku tersebut, buku itu adalah sebuah album foto dia dan rafa. Banyak sekali foto-foto dari saat aurel dan rafa masih di taman kanak-kanak sampai saat diving bulan lalu pun ada. Bahkan banyak sekali foto-foto yang aurel tidak punya tetapi rafa punya. Ternyata selama ini rafa selalu menyimpan foto aurel dan rafa. Aurel kembali meraih sebuah buku milik rafa, sekarang yang sampulnya berwarna hitam. Aurel tak kuasa menahan tangisnya saat ia membaca semua tulisan-tulisan yang rafa goreskan dilebar-lembar kertas buku itu. buku itu seperti dairy, isinya menceritakan apa saja yang rafa lakukan bersama aurel. Sekaligus seperti agenda. Setiap ada acara atau janjian dengan aurel, rafa selalu menulisnya. Dari buku inilah aurel tau bagaimana perasaan rafa yang sebenarnya. Begitu sayangnya rafa pada aurel, melebihi sayang seorang sahabat.
    “gue gak suka ngeliat lo nangis” suara yang terdengar pelan dan setengah berbisik itu memecah keheningan.
    “rafa, lo udah sadar?” aurel begitu senang melihat rafa kini telah sadar.
    “gue baik-baik aja kok” ujar rafa sambil mengulurkan tangannya menghapus air mata aurel.
    “maafin gue ya, gak seharusnya gue segitu marah sama lo”
    “gak apa apa kok, gue yang salah udah maksa lo” rafa tersenyum , perasaannya sangat bahagia telah ia temukan kembali sahabatnya yang sempat hilang.
    “rafa” panggil aurel “gue sayang sama lo” lanjut aurel.
    “gue juga sayang sama lo” jawab rafa.
    “tapi sayang gue lebih dari sayang seorang sahabat, gue cinta sama lo” jelas aurel.
    Hening. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut rafa.
    “gue baru sadar akan perasaan gue yang sebenernya sama lo, selama ini gue Cuma mikir kalo lo itu sahabat gue padahal bisa dilihat dari kenyataannya gue gak bisa tanpa lo” ujar aurel. Ia letakkan kedua buku yang sedari tadi ia lihat dan baca dikasur tepat disamping rafa. “gue dapet dua buku ini dari nyokap, maaf kalo gue udah lancang ngebuka buku ini” lanjut aurel.
    “lo boleh simpen kok buku itu, tapi dengan satu syarat” ujar rafa “kalo lo mau simpan buku itu berarti lo harus simpan hati gue juga, karena isi buku itu adalah isi hati gue juga” lanjut rafa.
       Hanya senyumanlah yang tercipta diwajah aurel dan rafa. Akhirnya meraka sama-sama menyadari bahwa ada rasa cinta yang tumbuh diantara keduanya. Dari sahabat berubah menjadi cinta. Terkadang datangnya tanpa disadari. Hal yang simpel dan indah.

                                          END
    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    0 komentar:

    Posting Komentar